Thank You For The Past

by - September 01, 2018

source : pixels
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Hallo teman-teman.. Selamat datang di blognya Qorin❤
Untuk menyambut bulan September ini akhirnya Qorin kembali menulis blog baru setalah 6 tahun lamanya tidak menulis. Alhamdulillah bisa memanfaatkan waktu lenggangku disaat memang benar-benar lenggang. Karena tidak berstatus pelajar atau mahasiswa,  lantas Qorin ini berstatus apa ya kalau bukan keduanya? iya, kini Qorin menjadi anak "GAP YEAR" (jeng jeng jeng). Ok baiklah, untuk mengawali tulisan pertama di blog baruku ini. Qorin akan mulai bercerita. Selamat membaca teman-teman.

Jadi, Qorin ini adalah perempuan berdarah Jawa-Madura yang mana mempunyai mimpi yang sangat tinggi sekali. Apakah itu? "Dokter" iya, Qorin bercita-cita menjadi seorang dokter. Terus apa hubungannya dengan berdarah Jawa-Madura? dikarenakan Qorin bercita-cita menjadi dokter sedari masih berdomisili di Madura, masih di rumah Abah. Tepatnya saat kelas 2 SD dan Qorin menuliskan cita-cita itu di buku diary dengan cover Dora Explorer yang saat ini masih kusimpan lho. Percaya atau tidak? Percayalah saja deh! Buku itu masih ada. Jika kalian tidak percaya, datanglah kerumahku! Tulisan itu berisikan cita-citaku menjadi dokter spesialis kandungan (Obgyn). 

Hari demi hari kulewati selayaknya bocah SD hingga tiba naik kelas 5 SD. Pada saat itu, Qorin akan memiliki adek baru (Bilqis) dan setiap Abah Umma check up ke dokter obgyn Qorin selalu diajak. Dari situlah mengapa Qorin kekeh dan bertekad untuk tetap mempertahankan cita-cita menjadi seorang dokter. Ya walaupun pemikiranku saat itu masih pemikiran bocah. Dan cita-cita itu terus tumbuh seperti bunga yang selalu disiram maka kelopaknya akan mekar. Sama halnya dengan cita-citaku yang terus saja berada dibenak hingga Qorin memasuki tahun akhir di SMA dan berlanjut mendaftar kuliah di PTN. 

Rintangan dimulai dari SNMPTN, saat itu Qorin mengambil jurusan Kedokteran UNEJ dan sebelumnya wali kelas telah memberitahuku bahwa, alumni dari sekolah tidak pernah ada yang mendaftar FK saat SNMPTN. Ada beberapa yang daftar FK tapi lewat jalur SBM dan Mandiri. Qorin sih easy going saja dan selalu maunya menjadi pelopor. Sehingga adek kelas seterusnya tidak takut untuk mendaftar FK jalur SNMPTN tentunya berharap juga pada lolos yaa (amin). Sebenernya sih, Qorin masuk kategori bandel, nekad juga padahal guru BK dan wali kelas sudah memberi saran untuk memilih jurusan lain. Memang di SNMPTN Qorin tidak berharap begitu besar tapi, bukan berarti Qorin tidak berdoa pada yang di Atas dan memang "Dokter" sudah kucita-citakan sejak lama. Benar saja, Qorin tidak lolos di SNMPTN. Tapi, Qorin tidak putus asa di SNMPTN karena sudah mempersiapkan SBMPTN dengan penuh perjuangan.

Berlanjut saat SBMPTN Qorin memilih panlok Jember karena dekat dari Banyuwangi dan juga agar bisa ditemani Abah. Setelah tes kuhadapi tibalah pada pengumuman dan saat membuka pengumuman Qorin ditemani oleh Umma karena Abah sudah ada di Madura. Lagi-lagi bukan rezekiku dan Qorin ditolak untuk yang kedua kalinya di Kedokteran UNEJ. Qorin menangis sejadi-jadinya karena di SBMPTN Qorin sudah PD pasti lolos tidak seperti waktu mendaftar SNMPTN. Bahkan hampir seharian menghabiskan waktu di GO setelah dari sekolah. Karena dengan kepedean dan keambisiusan itu, Qorin tidak memikirkan tentang "Ujian Mandiri". Saat Qorin menangis banyak pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan dibenak, jurusan apa yang bakal harus kuambil jika ikut ujian mandiri? PTN mana yang bakal kupilih? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sebelumnya belum pernah terfikirkan.

Setelah 2 hari berlaut-larut dalam kesedihan, akhirnya Abah dan Umma angkat bicara kurang lebih seperti ini, "Nak, gakpapa ga usah sedih kan masih ada jalur mandiri" Detik itu juga hatiku hancur, seharusnya Qorin sudah membahagiakan Abah dan Umma dengan kelolosan SBMPTN. Tapi, kenyataannya berbeda dan ini semua sudah skenario Allah dan kita sebagai hamba-Nya hanya bisa berserah diri. Saat itu juga, Qorin mulai mencari PTN yang membuka jalur mandiri entah dari yang tidak ada uang pangkal sampai yang ada uang pangkal puluhan juta pun Qorin daftari. Tentu tidak sembarang mendaftar sebelum memberitahukan dan meminta izin ke Abah dan Umma mengenai nominal uang pangkal disetiap PTN yang kudaftari. Karena disituasi saat itu Abah Umma bilang, "Apapun demi anak, yang penting anakku bisa sekolah di kedokteran". Namanya orang tua, tidak ada yang ingin mlihat anak-anaknya sedih. 

Berikut adalah PTN yang telah kudaftari lewat jalur mandiri :

1) UB                   (w/ DPP)          
2) UNAIR           (w/ DPP)
3) UNS                 (w/ DPP) 
4) UNDIP           (w/ DPP)
5) UIN Malang  (no DPP)

Lagi-lagi dari 5 PTN tersebut tidak ada yang lolos satupun dan bodohnya aku masih  tetap memilih kedokteran karena keambisiusan. Jadi, total Qorin tidak lolos FK 7 kali (astagfirullahal'adzim). Sumpah sih, susah banget lolosnya kalau tidak benar-benar super duper pinter. Lantas bagaimana reaksi Abah Umma? Walau mereka tidak menampakkan wajah sedih mereka. Tapi, Qorin tau jika mereka benar-benar sedih dan juga kecewa. 

Saat itu Qorin sudah mulai mencoba untuk tetap tegar dan menerima kenyataan. Saat itu juga Qorin mulai membenahi diri, mulai mengontrol ego, dan yang terpenting mulai memahami passion yang sebenarnya. Setelah kurenungkan mungkin memang Kedokteran bukan jalanku untuk meraih kesuksesan. Bisa jadi, Qorin akan sukses tanpa harus jadi dokter. Seharusnya sejak dulu Qorin harus sadar diri dan mempertanyakan pada diri sendiri "Apakah aku sanggup lolos kedokteran?" Iya.. banyak orang bilang, "Jika ada kemauan pasti ada jalan" sebenarnya Qorin percaya saja dengan kalimat itu, tapi juga tidak bisa menampik jika kemampuan Qorin ya segini adanya. 

Akhirnya keputusan yang diambil Qorin memilih untuk "Gap Year" tahun ini dan mendaftar SBMPTN di tahun 2019. Keputusan ini tentu sudah didiskusikan juga dengan Abah dan Umma bukan hanya dariku sepihak. Tentu saja keputusan ini membuat keluarga besar semakin bertanya-tanya mengapa harus gap year? Bukan hanya keluarga tapi tetangga juga, mereka menyarankanku untuk mendaftar di PTS saja. Sebenarnya, tidak ada anak yang menginginkan untuk menganggur setahun bukan? Tentu mereka semua bahkan Qorin juga ingin langsung meneruskan pendidkan di jenjang yang lebih tinggi tanpa harus gap year. Tapi, jika seperti ini apa boleh buat? Karena dari awal Abah juga menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anaknya di PTN.

Not only my parent, pasti semua orang tua juga menginginkan anaknya kuliah di universitas terbaik untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik pula. Padahal antara PTN dan PTS sama baiknya bukan? Tinggal dari kitanya saja yang mau bersungguh-sungguh atau tidak. Ya.. mungkin gap year juga adalah pilihan terbaikku saat ini, dengan begitu Qorin benar-benar bisa menemukan passion yang sesungguhnya. Dan yang ingin kusampaikan pada Abah dan Umma saat ini adalah, "Qorin sangat berterima kasih kepada Abah dan Umma yang sudah memberikan pendidikan yang baik padaku dengan memasukkanku di pesantren walau hanya sebentar, memilihkanku di bimbel terbaik, membelikan buku-buku terbaik pula sejak SD hingga benar-benar mau mendaftar kuliah, dan untuk apakah itu semua? agar Qorin bisa menggapai cita-cita menjadi seorang dokter. Tapi, Qorin juga sangat-sangat meminta maaf kepada Abah dan Umma jika Qorin tidak bisa lolos di Kedokteran. Maafkan Qorin, ma..bah.."

Mungkin segitu dulu cerita pertama Qorin, semoga cerita ini juga dapat menjadi gambaran bagi pengunjung blogku yang barangkali mau mengambil Kedokteran. Jika kamu memang benar-benar sanggup dan yakin untuk lolos maka teruskan perjuanganmu! dan jika kamu masih ragu dalam mengambil kedokteran mohon difikir lagi apakah benar itu adalah passionmu? atau coba telusuri lebih lanjut passionmu. Dan kuucapkan selamat untuk para teman sejawatku, "Selamat menempuh hidup baru di masa kuliahmu. Be the new you guys!!!"
Sampai bertemu ditulisan selanjutnya❤
















You May Also Like

0 Comments