Normal dan Abnormal

by - October 07, 2020

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Masih dalam topik psikologi nih, kali ini Qorin akan membahas "Normal dan Abnormal". Teman-teman juga dapat membaca pembahasan topik lainnya yang berkaitan dengan psikologi pada kategori "Psy Talks"


Di kehidupan sehari-hari, tentunya kita menjumpai perilaku-perilaku yang mungkin membuat kita bertanya-tanya "apakah perilaku tersebut masih normal yaa?" atau mungkin ada yang menanyakan pada dirinya sendiri karena perilaku yang dianggapnya berbeda, "apa aku masih normal atau jangan-jangan abnormal nih?". Misalnya, ada seorang ibu selalu mengeluh karena anak-anaknya yang sudah remaja dan duduk dibangku SMA tidak ada yang peduli dengan pekerjaan di rumah. Setiap pulang sekolah langsung masuk ke kamar masing-masing dan sibuk dengan dunianya sendiri. Bahkan si Ibu ini harus menyindir dahulu, terkadang juga ketika bersih-bersih dapur ada saja barang yang sengaja dibanting yang tak lain tujuannya agar anak-anaknya peka dalam membantu pekerjaan di rumah. Menurut si Ibu, anak-anaknya tersebut tidak ada rasa tanggung jawab sama sekali dalam membantu pekerjaan rumah. Kira-kira menurut teman-teman, apakah perilaku anak-anak tersebut normal? atau malah sebaliknya?

Nah, sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Qorin akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu perilaku normal dan abnormal.

Perilaku Normal

Prilaku normal sendiri merupakan perilaku yang konsisten dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya. Perilaku normal ini juga merupakan perilaku yang diharapkan atau sesuai dengan situasi.
Untuk mengetahui apakah perilaku-perilaku disekitar kita normal atau tidaknya. Terdapat 2 pendekatan yang berbeda sebagai pedoman mengenai perilaku yang normal, yaitu : 

1. Pendekatan Kuantitatif
Sifatnya berdasarkan sering atau tidaknya sesuatu terjadi, yang diperkirakan secara subjektif mengikuti pemikiran awam. Misalnya, pria berambut gondrong saat ini adalah hal yang normal untuk masa kini. Kalau kita semakin sering melihat pria berambut gondrong, maka kita akan menganggap bahwa itu adalah hal yang normal. Tapi jika semakin jarang kita melihat hal tersebut, maka kita mengganggap hal itu adalah suatu yang abnormal. 

2. Pendekatan Kualitatif
Untuk pendekatan ini menggunakan pedoman-pedoman yang normatif, yang tidak berdasarkan perhitungan atau pemikiran awan. Jadi pendekatan ini atas observasi empirik pada tipe-tipe ideal seperti di bidang biologis atau bidang kultural-sosial. Misalnya, orang-orang di Jawa yang makan daging sapi dianggap sebagai sesuatu yang normal. Namun bila hal tersebut dilakukan oleh orang-orang di Bali atau yang beragama Hindu, hal itu menjadi sesuatu yang dianggap abnormal.  Karena kulturnya mereka tidak makan makanan yang dari daging sapi.  Jadi pada pendekatan ini, pedoman normatif sangat terikat dengan keadaan sosial budaya.

Perilaku Abnormal

Abnormal sendiri berarti tidak normal, atau perilaku menyimpang dari suatu standard yang bisa saja diatas normal atau di bawah normal. Jadi jika seorang individu menujukkan suatu yang berbeda, tidak mengikuti aturan yang berlaku, mengganggu dan tidak tidak dapat dimengerti dengan kriteria yang biasa, maka tingkah laku tersebut dianggap abnormal. 

Ada beberapa karakteristik yang dianggap sebagai komponen perilaku abnormal, yaitu :

1. Kejarangan Statistik
Salah satu aspek perilaku abnormal adalah karena perilaku tersebut jarang ditemukan.

2. Pelanggaran Norma
Karakteristik lain yang dipertimbangkan dalam menentukan abnormalitas adalah apakah perilaku tersebut melanggar norma sosial atau mengancam atau mencemaskan bagi orang lain yang mengamatinya. Selain itu keragaman budaya dapat mempengaruhi bagaimana orang-orang memandang norma sosial  dalam suatu budaya mungkin dianggap abnormal dalam budaya lain.

3. Distress Pribadi
Tekanan pribadi yaitu, perilaku dinilai abnormal jika menciptakan tekanan dan siksaan besar pada orang yang mengalaminya. Dan tidak semua bentuk distress masuk dalam abnormalitas sebagai contoh, kelaparan atau rasa sakit setelah melahirkan.

4. Disabilitas atau Disfungsi Perilaku
Disabilitas, yaitu ketidakmampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidup (misalnya, hubungan kerja atau pribadi) karena abnormlitas, juga dapat menjadi komponen perilaku abnormal. Tapi tentu tidak semua disabilitas masuk dalam abnormalitas, misalnya teman-teman memiliki tubuh pendek dan ingin menjadi pemain bola basket profesional. Tentu hal tersebut tidak termasuk abnormalitas.

5. Yang tidak Diharapkan (Unexpectedness)
Distress dan disabilitas sering kali dianggap abnormal apabila hal tersebut merupakan respon yang tidak diharapkan terhadap stresor lingkungan (Wakefield, 1992). Sebagai contoh, gangguan anxietas didiagnosis bila kecemasan tidak diharapkan dan diluar proporsi dalam situasi, sebagaimana bila seseorang selalu cemas akan situasi keuangannya.

Nah, kembali pada permasalahan yang diatas. Apakah anak-anak tersebut bertingka laku normal atau abnormal? Tentunya anak-anak yang demikian cukup banyak di kehidupan masa kini. Jika dalam prestasi sekolah dan hubungan antarmanusia selain di rumah tidak ada hal-hal yang mengganggu, maka secara pendekatan kuantitatif dapat dianggap normal meski tidak ideal. Tapi bukan  berarti perilaku anak-anak tersebut tidak perlu diubah yaa.

Jadi yang perlu digaris bawahi untuk penilaian apakah suatu tingkah laku dapat disebut normal atau abnormal harus dipertimbangkan baik menggunakan kriteria kuantitatif ataupun kualitatif. Pun dalam karakteristik yang dianggap sebagai komponen perilaku abormal.

Teman-teman juga bisa melihat video dibawah ini untuk menambah pengetahuan mengenai  perbedaan normal dan abnormal.

Sampai bertemu ditulisan selanjutnya❤
Stay safe, stay healthy everyone!

#PsikologiKlinis
Qorina Choirun Nisa'  S  (1511900170)


Reference :
1. Markam, Suprapti Slamet I. S. Sumarmo. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit UI Press.
2. Davison, Gerald C, John M. Neale & Ann M. Kring 2006. Psikologi Bbnormal Edisi ke-9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.



You May Also Like

0 Comments