Paradigma Psikopatologi Berdasarkan Psikodinamika

by - November 13, 2020

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Hello fellas.. Sudah  memasuki bulan November nih, tidak terasa yaa tahun 2020 akan segera berakhir. Pada kesempatan kali ini, walau judulnya "Paradigma Psikopatologi Berdasarkan Psikodinamika" Qorin juga akan membahas mengenai anamnesa dan diagnosis multiaksial. Untuk topik-topik lainnya, teman-teman bisa melihat pada kategori "Psy Talks".
So, enjoy your reading everyone!

Paradigma adalah..
Suatu paradigma adalah serangkaian asumsi dasar, suatu perspektif umum yang menentukan cara mengonseptualisasikan dan mempelajari suatu subjek, cara mengumpulkan dan menginterpretasi data yang relevan, bahkan cara berpikir tentang suatu objek.

Lalu, Apa itu Psikopatologi?
Studi psikopatologi merupakan suatu upaya mencari penyebab mengapa orang memiliki perilaku, pikiran, dan perasaan yang tidak diharapkan, kadangkala aneh, dan umumnya merusak diri sendiri.

Bagaiamana Dengan Psikodinamika?
Psikodinamika merupakan perkembangan dari psikoanalisa, tapi intinya tetap mengacu pada teori psikoanalisa Sigmund Freud. Jadi dalam psikodinamika terdapat tokoh-tokoh lain pengikut Sigmund Freud. Dan dalam psikodinamika, psikopatologi sebagai akibat dari :
1. Konflik-konflik yang tidak disadari sehingga menimbulkan kecemasan.
2. Mekanisme pembelaan ego yang tidak fleksibel.

Anamnesa adalah..
Anamnesa merupakan pengganti kejadian yang dialami individu dari dulu hingga sekarang yang dinyatakan dalam bentuk kalimat dan kata-kata. Untuk lebih menyaring data maka diperlukan protokol yaitu daftar pertanyaan berupa butir-butir yang diperkirakan memiliki makna penting bagi orang tersebut dan validasi dari datanya. Kemudian bertanya pada pihak-pihak lain yang terlibat untuk kemudian pernyataan-pernyataan yang diperoleh tersebut dibandingkan.

Untuk menyusun anamnesa yang diperlukan adalah :
1. Data yang diperoleh hendaknya dicatat secara rinci
Bila jawaban klien tidak pasti, maka harus disertai catatan bahwa terdapat keraguan dari klien tentang data yang dinyatakannya tersebut. Jadi, dalam mencatat kita tidak boleh mengembangkan jawaban klien. Pun dengan konotasi yang diungkapkan tidak memiliki arti ganda misalnya, cerdas harus mempunyai pengertian yang seragam bagi semua orang.

2. Dalam mengambil anamnesa, kita harus mempunyai konsep teoritik yang cukup eksplisit, sehingga dengan demikian kita akan pergi untuk menangkap data-data dan langsung dapat menempatkan data itu dalam kerangka teori kita, sehingga interpretasi kita tidak kacau dan tetap terarah

Dalam anamnesa jangan menekankan pada satu masalah misalnya, masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Tetapi semuanya dicari kaitannya dan dicari gabungannya sesuai dengan teori yang dipakai.

Diagnosis Multiaksial
Diagnosis merupakan aspek penting dalam bidang psikologi abnormal adanya sistem klasifikasi yang disepakati bersama memungkinkan para ahli klinis saling berkomunikasi secara efektif dan memudahkan upaya untuk menjadi penyebab dan penanganan berbagai psikopatologi. Suatu diagnosis multiaksial diyakini memberikan deskripsi gangguan mental yang lebih multidimensional dan bermanfaat tentang gangguan jiwa pasien.

Diagnosis Multiaksial terdiri dari 5 aksi yaitu :
Aksis I     : Mencakup gangguan klinis dan kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis.
Aksis II    : Mencakup gangguan kepribadian dan retradasi mental.
Aksis III   : Mencakup kondisi medik umum.
Aksis IV   : Masalah psikososial dan lingkungan.
Aksis V    : Mengenai penilaian fungsi secara global.

Well, segitu dulu pembahasan kali ini.
Sampai bertemu ditulisan selanjutnya❤
Stay safe, stay healthy everyone!


Reference :
1. Davison, Gerald C, John M. Neale & Ann M. Kring 2006. Psikologi Bbnormal Edisi ke-9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
2. Maslim, Dr. dr. Rusdi, Sp. KJ, M. Kes. (2019). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ-III DSM-5 ICD-11 Cetakan-3. Jakarta: FK Unika. Atmajaya.








You May Also Like

0 Comments